Monday, July 26, 2010

PP Tanah Telantar Ancam Pengusaha Properti

Kompas, 26 Juli 2010

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengusaha properti yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) merasa tidak nyaman dengan hadirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Peraturan ini dianggap kontradiktif dengan upaya pemerintah dalam mengembangkan investasi.

"Ini akan memengaruhi iklim berinvestasi. Pemerintah menetapkan harus ada investasi 200 triliun, 1.600 trilliun dari swasta, ini gimana mau investasi? Jadi kontraproduktif," ujar Ketua DPP REI Teguh Satria, Jumat (23/7/2010) di Jakarta.

Investor akan mundur karena tidak ada jaminan tanah yang dibelinya atau yang akan dikembangkannya tidak akan ditetapkan sebagai tanah telantar yang kemudian disita pemerintah.

"Bank juga bisa-bisa tidak mau kasih kredit karena bisa saja tanah yang dijaminkan tiba-tiba hangus karena dianggap tanah telantar," ungkap Teguh.

Adanya kecemasan ini disebabkan Pasal 2 dalam PP tersebut yang menyebutkan obyek penertiban tanah telantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, tetapi tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan dan sifatnya.

Selain itu, di dalam Pasal 6 dijelaskan kembali identifikasi tanah dianggap telantar atau tidak dimulai setelah tiga tahun sejak diterbitkannya hak-hak tersebut oleh negara. "Ini implikasinya akan ke industri real estat karena bahan bakunya tanah. Nah ini sulit. Mau membebaskan tanah misal 3 tahun belum beres, eh udah disita, nah ini gimana?" ungkap Teguh.

Cara-cara penyitaan yang dilakukan pemerintah juga dinilai tidak memberikan penghargaan kepada pengembang. "Di PP 11 ini tanah kami kalau tidak dikembangkan, dirampok begitu saja tanpa ada ganti rugi, di PP 36 Tahun 1998 masih ada mekanisme ganti rugi meski murah," ujarnya dalam acara Property Editor Club di Hotel Le Meridien, Jakarta.

Menurutnya, REI tentu mendukung upaya pemerintah dalam menertibkan dan mendayagunakan tanah telantar untuk kepentingan rakyat. Namun, ia tidak setuju dengan cara-cara yang digunakan pemerintah dalam PP tersebut.

Penerbitan peraturan yang diusulkan Kepala Badan Pertanahan Nasional ini memberikan reaksi keras dari kalangan penggiat industri properti.

Peraturan ini dikeluarkan untuk mengganti aturan pada PP No 36 Tahun 1998 yang dianggap tidak dapat lagi dijadikan acuan dalam penertiban tanah telantar. Namun, dalam proses pembuatannya, pelaku industri properti mengaku tidak pernah sama sekali diajak berdiskusi.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

No comments:

Post a Comment