Saturday, March 5, 2011

Batasan Baru Rumah Sederhana Bebas PPN

Berharap Berkah Insentif Pajak
Koran Jakarta, 4 Maret 2011

Program pembangunan rumah yang harganya terjangkau masyarakat kecil ini diharapkan mampu menggenjot pasokan hunian di Indonesia. Saat ini, angka kebutuhan rumah (backlog) di Indonesia berkisar pada angka 7,1 juta hingga 8 juta unit rumah. Namun, selisih tersebut bisa jadi akan semakin menciut sebab ada kabar gembira dari kantor Lapangan Banteng. Pemerintah, melalui Menteri Keuangan, sudah menerbitkan insentif pajak lewat Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No 31/PMK/03/2011 tentang Batasan Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan PPN.

Kebijakan tersebut merupakan insentif bagi industri properti untuk meningkatkan pasokan rumah seiring dengan meningkatnya permintaan yang tinggi, sekaligus memicu investasi dan meningkatkan bisnis properti. Permenkeu ini menetapkan batasan nilai penyerahan rumah sederhana bebas pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 15 juta rupiah menjadi 70 juta rupiah. Dengan demikian, batasan harga jual rumah sederhana dan sangat sederhana yang bebas PPN menjadi 70 juta rupiah dari semula 55 juta rupiah.

Selain itu, juga ditetapkan batasan luas bangunan rumah sederhana dan rumah sangat sederhana yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN, yakni maksimal 36 meter persegi sesuai dengan standar kebutuhan minimal rumah yang layak untuk satu keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan dua orang anak. Permenkeu yang berlaku efektif pada 1 Maret ini melegakan konsumen dan pengembang sekaligus mengakomodasi minat MBR untuk memiliki rumah.

Sebelum adanya Permenkeu ini, pengembang sempat serbasalah menjual hunian bagi MBR karena rumah dengan batasan harga di atas 55 juta rupiah sudah kena pajak 10 persen. Alhasil, pengembang menaikkan harga jual rumah dengan mem bebankannya kepada konsumen. Sebagai ilustrasi, rumah se harga 55 juta rupiah dinaikkan menjadi 5,6 juta ru piah yang dibebankan ke konsumen. “Dengan adanya Per men keu ini, konsumen diuntungkan,” kata Ketua REI Setyo Maharso.

Setyo mengatakan insentif pajak ini akan memicu pengembang untuk tidak menaikkan harga jual. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Eddy Ganefo, Ketua Apersi. Pengembang, kata Eddy, merespons insentif kebijakan ini agar bisa menekan harga jual rumah. Imbasnya pengembang berani mematok target pembangunan rumah sejahtera bagi masyarakat berkantong pas-pasan ini. “Setelah terbitnya insentif pajak, kami menargetkan pembangunan rumah sejahtera sebanyak 60 ribu unit di tahun ini.

Sebelum adanya Permenkeu kami belum berani memasang target,” papar Eddy. Target Apersi itu merupakan data sementara sambil menunggu data-data tambahan dari pengembang yang bernaung di Apersi. Tahun ini, Kemenpera mematok target pembangunan rumah sebanyak 210 ribu unit, sebanyak 30 persen dari total terget Kemenpera tersebut sanggup dipenuhi oleh Apersi. Dengan demikian, masalah backlog perumaham nantinya bisa menurun juga seiring dengan adanya insentif pajak tersebut.

Di sisi lain, Teguh Satria Ketua Dewan Pertimbangan REI menyatakan Permenkeu No 31/PMK/03/2011 dinilai belum terintegrasi dengan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat (Permenpera) No 14 Tahun 2010 mengenai Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Sebab, berdasarkan Permenpera No 14 Tahun 2010, yang berhak untuk menerima FLPP untuk rumah sejahtera tapak adalah MBR dengan pendapatan maksimal 2,5 juta rupiah untuk mencicil KPR rumah seharga 80 juta rupiah.

No comments:

Post a Comment