Wednesday, April 14, 2010

KPR Syariah atau KPR Konvensional ?

Ada 2 sistem KPR syariah, sistem sewa-beli dan sistem jual-beli.

Disistem sewa beli, nasabah akan menyewa selama -misal- 15 tahun, pada akhir , masa sewa nasabah dapat membelinya atau menerimanya sebagai hibah dari bank.

Di sistem jual-beli, bank membeli rumah, menjualnya kembali ke nasabah dengan mengambil keuntungan yang besarnya disesuaikan dengan lama pinjaman dan disetujui oleh nasabah.

Berapa besar margin keuntungan yang diambil?

Acuannya adalah bunga Bank saat ini :?: *lho..kok acuannya bunga?*

Selanjutnya mengenai KPR Syariah dikutip dari sini

Jika malas baca detail, Yang ringkas atau kesimpulanya, klik disini

Cara hitung

Cara menghitung harga jual KPR sistem syariah ini adalah berdasarkan pendapatan atau laba yang ingin didapat oleh bank per tahunnya selama jangka waktu kredit. Besarnya tingkat keuntungan ini dapat disamakan dengan bunga KPR konvensional.

Sebagai gambaran dapat diambil contoh sebagai berikut: Seorang calon nasabah yang mengajukan KPR syariah berminat pada rumah yang berharga Rp 20 juta dari developer. Dia mempunyai uang muka sebesar Rp 2 juta sehingga dia membutuhkan KPR sebesar Rp 18 juta yang akan diangsur selama 20 tahun.

Misalkan bank menghendaki pendapatan sebesar 14% per tahun-sesuai bunga KPR-RS saat ini-maka didapat angka annuitas tahunan sebesar 0,150986. Angsuran nasabah tersebut sebesar 0,150986 x Rp 18 juta / 12 = Rp 226.479 per bulan. Pada waktu akad perjanjian antara bank dengan nasabah dibuat akad jual-beli dimana bank menjual rumah dengan harga sebesar 20 x 12 x Rp 226.479 = Rp 54.354.960; dan nasabah akan membayarnya secara angsuran perbulannya Rp 226.479 selama 20 tahun.

Secara sepintas perhitungan KPR syariah ini tidak berbeda dengan KPR konvensional yang mempergunakan sistem bunga. Perbedaannya dalam KPR syariah ini tidak diterapkan penyesuaian bunga kredit sehingga angsuran akan tetap sampai kredit lunas.

Disamping itu karena dalam sistem syariah tidak dikenal time value of money maka bila terjadi tunggakan tidak dapat dite-rapkan perhitungan denda yang berdasarkan suku bunga. Lalu bagaimana yang dilakukan apabila terjadi tunggakan terus menerus yang kemungkinan akan berakhir dengan kredit macet yang mengakibatkan kerugian pada bank?

Pada sistem syariah akad perjanjian yang ditandatangani antara bank dengan nasabah adalah mengikat dan harus dilaksanakan secara konsisten.

Harus ketat

Dalam penerapan sistem syariah ini baik untuk KPR maupun kredit atau pembiayaan lain bank harus ketat dan keras dalam melakukan eksekusi apabila terdapat nasabah yang tidak memenuhi perjanjiannya.

Di Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB), untuk penanganan tunggakan KPR ini dilakukan cukup ketat. Pada tunggakan bulan pertama dibuat surat peringatan pertama (first reminder). Untuk tunggakan bulan kedua dibuat surat peringatan kedua atau terakhir (last reminder) yang memberi jangka waktu 14 hari kepada nasabah untuk melunasi tunggakannya.

Setelah 14 hari apabila nasabah tidak memenuhi kewajibannya maka akan dibuat instruksi kepada pembeli untuk melakukan legal action yakni mengajukan surat tuntutan utang (letter of demand) sehingga bisa dilakukan penagihan seketika atau penyitaan rumah yang diagunkan.

Memang dengan penerapan hukum yang cukup ketat ini kredit bermasalah cukup kecil yaitu hanya berkisar 6%.

Bagaimana halnya apabila debitur KPR syariah hendak melakukan pelunasan sebelum jangka waktu kredit berakhir? Apakah dia harus melunasi kekurangan harga jual-beli yang telah diperjanjikan dimuka dengan dikurangi dengan jumlah angsuran yang telah dibayar?.

Apabila hal tersebut diterapkan tentunya akan sangat memberatkan, apalagi bila jangka waktu kreditnya masih lama. Didalam contoh di atas bila nasabah akan melunasi pinjamannya setelah lima tahun, maka seharusnya yang harus dibayar adalah Rp 54.354.960 – (5 x 12 x Rp 226.479) = Rp 40.766.220. Jumlah ini tentu tidak realistis karena malah jauh lebih besar dari harga pokok rumah tersebut yang hanya Rp 20 juta.

Seperti halnya pada KPR konvensional untuk KPR syariah ini dapat dibuatkan tabel pembayaran atau repayment schedule. Tabel ini dapat terdiri dari kolom bulan, angsuran, profit atau keuntungan (tingkat keuntungan dikalikan pokok pinjaman dibagi 12), angsuran pokok (angsuran dikurangi keuntungan), pokok pinjaman dan pendapatan yang belum diterima (unearned income balance/UIB).

UIB ini merupakan harga jual bank dikurangi pokok pinjaman dikurangi keuntungan. Dengan demikian kalau ada nasabah yang akan melunasi dipercepat, jumlah yang harus dibayarkan adalah sebesar sisa pokok (principal outstanding) pinjaman ini.

Dalam contoh kasus di atas setelah lima tahun maka sisa pokok pinjaman menjadi Rp 16.692.865. Tapi dalam hal ini untuk pelunasan dipercepat ini bank akan rugi atau kehilangan opportunity untuk mendapatkan keuntungan selama 20 tahun. Sehingga bank dapat menentukan untuk pelunasan dipercepat selain pokok pinjaman tersebut dapat ditambahkan sekian persen dari UIB (di BIMB ditambah 1-2% dan untuk contoh di atas ditambah 2% x Rp 24.073.355 – Rp 481.467).

Di sini dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian KPR dengan sistem syariah ini dapat menjadi alternatif penyaluran KPR yang sama-sama menguntungkan bagi nasabah ataupun bank. Bagi nasabah ada kepastian angsurannya tidak akan naik selama jangka waktu kredit.

Bagi bank dimungkinkan melakukan eksekusi segera sehingga memperkecil jumlah kredit macet atau bermasalah.

Untuk membandingkan Total yang dibayarkan sampai habis sesuai jangka waktu pinjaman dengan bank konvensional, kita bisa menggunakan kalkulator KPR.

Namun perlu dicatat, syariah akan tetap (umumnya) angsurannya sepanjang masa kredit, sedangkan konvensional mengikuti sukubunga pasar (atau rate BI). Kecuali Bank Niaga

Oh iya, pada dasarnya angsuran syariah tetap, namun ada juga yang menerapkan kenaikan di suatu periode. Misalnya tiap lima tahun, angsuran perbulannya akan naik.

Namun ini sudah diperjanjikan di awal akad kredit.

Beberapa yang kami ingat :

KPR syariah hanya menangani rumah yang sudah jadi :?: *masihkah ?*

Angsuran tetap sepanjang masa kredit. Bandingkan dengan konvensional yang di tahun 1998 (krisis) naik dari sebelumnya 20% menjadi 50%. Namun harap dicatat, itu adalah kejadian yang jarang sekali di Indonesia. Sekarang bunganya jauh berkurang. Lagipula, siapa sih yang mau kejadian seperti itu kembali…?

Baiklah, coba kita hitung perbandingannya dengan bank konvensional

bedanya kalau dipercepat gimana, kalau nunggak gimana ? klik disini

http://www.rumahkpr.com/kpr-syariah-atau-kpr-konvensional/


No comments:

Post a Comment